WAW,,, HOLOGRAM
Jakarta (ANTARA News) - Percobaan GEO600 di pinggiran Hanover, Jerman, tidak begitu menarik orang. Yang terlihat dari luar hanya sebuah bedeng berbentuk kotak di satu sudut ladang pertanian, yang dihubungkan oleh dua selokan tertutup lempengan logam yang di bawahnya diletakkan pelacak yang panjangnya 600 meter.
Selama tujuh tahun terakhir, perangkat buatan Jerman itu melacak gelombang gravitasi dari benda-benda luar angkasa yang sangat kuat, seperti bintang netron dan Lubang Hitam.
Sejauh ini GEO600 memang belum mendeteksi satu pun gelombang grafitasi, tetapi teknologi itu secara tidak sengaja menghasilkan penemuan amat penting dalam ilmu fisika pada setengah abad terakhir ini.
Selama beberapa bulan, papar Marcus Chown dari New Scientist, anggota tim GEO600 dipusingkan oleh bebunyian tidak jelas yang terekam oleh detektor mereka. Lalu, tanpa disangka, seorang peneliti memperoleh jawaban, bahkan telah memperkirakan bunyi itu sebelum para ilmuwan mendeteksinya.
Menurut Craig Hogan, fisikawan dari laboratorium fisika Fermilab di Batavia, Illinois, Amerika Serikat, GEO600 telah mencapai batas fundamental ruang dan waktu - titik di mana ruang-waktu tidak lagi berbentuk aliran kontinum seperti dijelaskan Albert Einstein melainkan larut menjadi 'butiran-butiran' seperti titik kecil yang diperbesar oleh mikroskop.
"Sepertinya GEO600 dihantam oleh gelombang kuantum mikroskopik ruang dan waktu," kata Hogan.
Hogan, yang baru diangkat menjadi Direktur untuk Pusat Astrofisika Partikel di Fermilab, bahkan mengajukan teori lebih dahsyat, "Jika bunyi yang dideteksi CEO600 benar seperti yang saya jelaskan, maka kita semua hidup di tengah hologram kosmik raksasa."
Pemikiran Hogan terlihat absurd, tetapi itu adalah pemahaman terbaik mengenai lubang hitam dan merupakan landasan teori yang masuk akal. Ide itu bahkan sangat membantu ilmuwan dalam menjelaskan bagaimana alam semesta bekerja di tingkat paling asasi.
Analoginya begini, hologram yang Anda temukan di kartu kredit atau kartu ATM ditempelkan pada plastik film dua dimensi. Begitu terkena sinar, hologram akan menampilkan citra tiga dimensi (3D).
Pada 1990, Leonard Susskind dan ilmuwan penerima Nobel Gerard't Hooft menengarai berlakunya prinsip yang sama di alam semesta. Pengamatan sehari-hari manusia bisa merupakan gambaran holografis dari proses fisika di ruang dua dimensi.
Prinsip holografis itu menantang akal sehat kita. Bayangkan, Anda bangun tidur, sikat gigi, dan membaca artikel ini karena sesuatu terjadi di batas-batas semesta ini. Tidak seorang pun tahu jika kita benar-benar hidup dalam hologram, walaupun para ahli memiliki alasan logis bahwa banyak aspek dari prinsip holografis itu yang masuk akal.
Gagasan Suskind dan Gerard't Hooft muncul didorong oleh hasil kerja Jakob Bekenstein dari Hebrew Unversity of Jerusalem, Israel dan Stephen Hawking dari Universitas Cambridge, tentang Lubang Hitam.
Pertengahan 1970an, Hawking membuktikan bahwa Lubang Hitam sebenarnya tidak sepenuhnya 'hitam atau gelap', sebaliknya secara memancarkan radiasi yang menyebabkannya menghilang.
Hawking menyisakan teka-teki karena tidak membeberkan apa yang dikandung Lubang Hitam.
Ketika Lubang Hitam menghilang, semua informasi mengenai fenomena yang berasal dari bintang mati itu pun sirna, bertolak belakang dengan teori sebelumnya yang meyakini bahwa informasi itu tidak bisa dihancurkan. Inilah yang dikenal dengan paradoks Lubang Hitam.
Hasil kerja Bekenstein ini merintis jalan untuk menjelaskan paradoks itu. Ia menemukan, entropi Lubang Hitam (ukuran kuantitatif dari sistem perpindahan panas yang tidak beraturan), ternyata sama dengan informasi yang dikandungnya dan proporsional dengan daerah permukaan horisonnya.
Ini adalah selubung teoritis yang menutup Lubang Hitam, sekaligus menandakan tidak ada hal yang bisa dijelaskan dari materi atau cahaya yang tersedot Lubang Hitam.
Sejak itu, para ilmuwan menunjukan bahwa gelombang kuantum mikroskopik pada horison (lapisan sekeliling Lubang Hitam di mana semua benda yang melintasinya dihisap ke dalam) dapat melambangkan informasi dalam Lubang Hitam sehingga tak ada informasi misterius yang hancur saat Lubang Hitam menghilang.
Artinya, informasi 3D tentang bintang mati dapat disandikan secara lengkap di horison Lubang Hitam yang timbul dari bintang itu, tidak sepenuhnya mirip seperti citra 3D sebuah benda yang dikodekan dalam hologram dua dimensi.
Susskind dan Hofft memperluas pandangan kita terhadap alam semesta secara keseluruhan pada tingkat bahwa semesta ini juga mempunyai batas horison, yaitu garis batas di mana cahaya tidak mampu mencapai bumi dalam 13,7 miliar tahun.
Lebih dari itu, penelitian para ilmuwan, khususnya Juan Maldacena dari Institute for Advanced Study, Princeton, telah memastikan bahwa teori itu benar. Maldacena menunjukkan bahwa fisika di alam semesta hipotetis sebagai lima dimensi adalah sama dengan fisika mengenai batas empat dimensi.
Menurut Hogan, prinsip holografis secara radikal mengubah gambaran kita mengenai ruang dan waktu. Para teorisi fisika sejak lama percaya bahwa efek kuantum akan menyebabkan ruang dan waktu bergoncang liar.
Pada perbesaran itu, struktur ruang dan waktu berubah menjadi partikel-partikel kecil yang ratusan miliar-miliar kali lebih kecil dari proton.
Besarnya pengembangan struktur itu dikenal dengan nama Konstanta Planck, panjangnya 10-35 meter dan jauh di luar jangkauan percobaan manapun sehingga tidak seorang pun berani bermimpi bahwa butiran-butiran ruang dan waktu itu mungkin bisa lenyap.
Hogan akhirnya menyadari prinsip holografis itu telah mengubah banyak hal. Jika ruang dan waktu diibaratkan hologram kasar, maka Anda bisa membayangkan semesta sebagai ruang yang lapisan luarnya direkatkan pada lapisan-lapisan Planck yang masing-masing menyimpan informasi.
Prinsip holografis mengatakan, jumlah informasi yang direkatkan di luar seharusnya sesuai dengan jumlah informasi yang dikandung dalam volume semesta. Lalu, bagaimana caranya volume ruang semesta bisa jauh lebih besar dari lapisan luarnya?
Hogan menyadari, isi volume semesta dan batasannya mempunyai jumlah informasi yang sama, maka ruang di luarnya harus dibangun dari butiran-butiran yang lebih besar dari skala Planck, "Atau, dengan cara lain, sebuah semesta holografis itu kabur," ungkapnya.
Ini kabar baik bagi mereka yang berupaya meneliti unit terkecil dari ruang dan waktu. "Bertentangan dengan dengan perkiraan sebelumnya, semesta holografis menempatkan struktur kuantum mikroskopiknya ada jangkauan eksperimen-eksperimen," jelas Hogan.
Jadi, sementara konstanta Planck terlalu kecil untuk diteliti, proyeksi holografis butiran-butiran itu bisa lebih besar, sekitar 10-16 meter. "Jika Anda hidup dalam hologram, Anda bisa menjelaskannya dengan mengukur kadar kekaburannya."
Ketika Hogan menyadari hal ini untuk pertamakalinya, dia tidak yakin apakah ada uji coba yang bisa menghitung kadar kekaburan dari ruang waktu. Itulah ketika GEO600 muncul.
Pelacak gelombang gravitasi seperti GEO600 adalah alat yang luar biasa sensitif. Gelombang gravitasi melalui GEO600 akan secara bergantian merenggangkan ruang pada satu arah, dan memerasnya di tempat lain.
Untuk menghitungnya, tim GEO600 menembakkan sinar laser melalui cermin setengah perak yang disebut pembelah sinar. Cermin ini membagi cahaya menjadi dua sinar, yang melewati lengan tegak sepanjang 600 meter pada instrumen pembelah sinar itu dan memantul kembali.
Sinar pantulan itu menyatu di pembelah sinar dan menciptakan pola penyatuan antarcahaya dan bidang gelap di mana gelombang cahaya saling menguatkan, dan sebaliknya. Setiap pergeseran posisi di wilayah-wilayah itu menjelaskan bahwa panjang relatif lengan telah berubah.
"Kuncinya adalah uji coba seperti itu sangat sensitif terhadap perubahan panjang lengan alat yang jauh lebih pendek dari diameter proton," pungkas Hogan. (*)
Sumber The New Scientist (15/2)
Penyadur: Liberty Jemadu
Editor: Jafar Sidik
0 Responses to “Hologram Raksasa Tata Surya”